Kamis, 03 Desember 2015

First Step - Karantina Tumbuhan CVPD



PAPER
KARANTINA TUMBUHAN
CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration)
PADA JERUK DI JAWA, SUMATERA DAN BALI





 











Disusun oleh :
Novia Wijayanti
H3511012

PROGRAM STUDI D-III AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013

CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration)
PADA JERUK DI JAWA, SUMATERA DAN BALI

A.  Arti Penting Hama/Penyakit
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan biodiversitas yang tinggi. Karena itu Indonesia memiliki potensi dan kekayaan Sumber Daya Alam yang tinggi khususnya bahan dan hasil pertanian. perkembangan sarana transportasi menyebabkan lalu lintas manusia dan barang bahan dan hasil produksi pertanian meningkat. Tanpa adanya penamatan yang ketat, berbagai jenis Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dapat dengan mudah terbawa dan menyebar ke luar daerah atau di dalam daerah RI.
Jeruk termasuk jenis buah- buahan yang digemari oleh masyarakat dam memiliki kapasitas dalam menunjang perbaikan gizi masyarakat, karena kandungan vitamin C nya cukup tinggi dan baik dikonsumsi dalam bentuk segar (sebagai buah meja) maupun lahan (jus dan sirup).
 Salah satu faktor pembatas dalam pengembangan jeruk di daerah ini adalah organisme pengganggu (OPT) termasuk penyakit CVPD (citrus vein phloem degeneration). Penyakit ini termasuk penyebab matinya pohon jeruk secara besar- besaran pada tahun 1980-an di kabupaten jeneponto, bantaeng dan bulukumba (sub balithor jeneponto, 1988) selanjutnya (nurjanani 1992) melaporkan bahwa penyakit CVPD telah mengancam kelangsungan hidup jeruk di kabupaten sidrap dan pada tahun 2001 kembali dilaporkan bahwa CVPD telah ditemukan pada tanaman jeruk keprok diselayar (armiati 2001).
CVPD adalah nama penyakit jeruk, singkatan dari Citrus Vein Phloem Degeneration. Dalam bahasa Indonesia nama ini berarti kerusakan pembuluh floem tanaman jeruk. Di luar negeri penyakit ini dikenal dengan nama berbeda-beda di setiap negara. Nama CVPD sendiri, meskipun dalam bahasa Inggris, adalah nama yang digunakan di Indonesia. Nama resmi yang kini digunakan di seluruh dunia adalah Huanglongbing, disingkat HLB, nama dalam bahasa Mandarin yang berarti pucuk menguning.
 Pembuluh floem adalah pembuluh yang terdapat pada kulit batang, berfungsi untuk mengangkut bahan makanan, yang diolah tanaman pada daun, ke seluruh bagian tanaman. Jika pembuluh floem mengalami kerusakan maka bahan makanan tertumpuk pada daun sehingga bagian lainnya mengalami kekurangan makanan. Akibatnya, pertumbuhan tanaman me-rana dan tanaman menjadi mati secara pelan-pelan tetapi pasti. Pembuluh floem mengalami kerusakan karena dijadikan tempat berkembang biak oleh bakteri Candidatus Liberibacter asiaticus, penyebab penyakit CVPD.
Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh petani jeruk di seluruh dunia. Banyak pusat produksi jeruk di Indonesia telah dirusakkan oleh CVPD, demikian juga pusat produksi jeruk di negara-negara lain. Penyakit ini ditakuti karena mudah menular dan begitu tanaman terkena penyakit maka akhirnya pasti akan mati. Selama masih hidup tanaman memang masih dapat berproduksi, tetapi buah jeruk menjadi berkurang, bentuk buah menjadi tidak normal, ukuran buah menjadi lebih kecil, dan rasanya menjadi kecut.
CPVD dapat dikenali dengan beberapa cara, dari cara yang sederhana sampai cara yang canggih. Cara sederhana biasanya kurang teliti, tetapi biayanya murah dan bila dilakukan oleh orang yang berpengalaman, hasilnya bisa mendekati cara canggih yang biayanya mahal. Dua cara sederhana untuk mengenali CVPD adalah pengamatan gejala dan uji iodin. Pengamatan gejala adalah pengamatan yang dilakukan untuk melihat per-ubahan yang terjadi pada tanaman yang menderita CVPD, sedangkan uji iodin adalah uji yang dilakukan dengan meneteskan cairan iodium pada irisan daun yang diambil dari tanaman sakit.
B.  Gejala Serangan Hama/Penyakit
CVPD menimbulkan beberapa gejala khas yang dapat digunakan untuk mengenali keberadaannya. Pada tanaman yang baru mulai menderita CVPD, salah satu cabangnya akan tampak menguning. Daun pada cabang tersebut tampak berbelang-belang hijau-kuning secara tidak simetris antara bagian kanan dan kiri tulang daun utama. Daun-daun kemudian akan mempunyai tulang daun yang lebih tebal dan ber-gabus, bagian daun menguning yang semakin mencakup seluruh permuka-an daun, serta daun menjadi lebih kaku, tumbuh lebih tegak, dan kadang-kadang berbentuk tidak normal. Lama kelamaan, daun gugur dan cabang menjadi tumbuh meranggas, tanaman tampak tumbuh merana, sebelum akhirnya tanaman mati.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw6kIz57uvrKNUgRjLOgg3SQmu1xWSLLeedY_Lpg7m1UuDZoiMKXkY55UX1BiYEjpqF3jFkXw-InNXHuxneEkPJ2e_GaVd25Ge-GoLHyj2qybsm4GqG5Wf41ZwU6iV_mcFecRXLU_Qfac/s1600/hlb_symptom_1.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_MtzBxevA-3afK6llA0YQAP6sMbyuCstaliSuMKg8VrS0BlrD4OOYoXYVpxN6eg7R3wg_Ht3hArN9eZ3q19mnZK4iA0_rW9tfeY5xqYM7dfnKV21dSufmZA3JxFdgYdFEU_-59Lk99Ao/s1600/hlb_symptom_2.jpg
Pucuk dengan daun menguning pada tanaman sakit
 Tanaman sakit  tahap lanjut dengan cabang meranggas
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK7vN85W6UUq6DiR2V1Yf0lNxEOof0Xr1WCdPyOud1tF75KMVXcoe7FuR2FZnSdrGG3neLEOOthZrnMC7iwYeEeJQC2ADufplzD6rgIAWvS8j7GBN4j4oWb-Tkcbx85LXy_ABOiVCamaU/s1600/hlb_symptom_3.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPbsrAUVjfPuwzxFE6nh3rUkNXpR0SoBKZgUcO163ScryJYnLVQpVCR4BpNw8yHmjha_K1ks60OVCyAwIw2ZrxaH1Ww0Arl-dqtK_voo04tHLQ8klZ97ZRWd34Jv_0fRBcKQ4j0rEDISU/s1600/hlb_symptom_4.jpg
Daun dengan belang-belang hijau - kuning
    Daun  dengan tulang daun menebal

Gejala belang hijau-kuning pada daun mirip dengan gejala kekurangan unsur hara dan gejala hama-penyakit lain. Namun bila dilakukan pengamatan dengan teliti maka akan ditemukan perbedaannya sebagaimana tampak pada tanaman di bawah ini. Mengingat hal ini, pengenalan penyakit CVPD dengan berdasarkan gejala sebaiknya tidak dilakukan terhadap tanaman yang sudah sakit parah dan tidak dilakukan pada musim kemarau ketika tanaman tidak dalam keadaan segar.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMh2-EVu4WTvCD77sBu3LKVnWAeo9VoR5_dfu3SF924JV3KdSL2J6MH-ObZwK8ll3AcWtUe81Bu8QBcjSUd_tyu8f5czwEaVP_8TyUAtmnzKrHHTz_l6tHRTh94_rzXv_eNMd-pfvX1XQ/s1600/def_fe.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIbDY7tyoVXtEi0oDejVtIYbCx2q5ZSj6H6swLeGvNBeE0fwVXi1bYzmHzaCSPUxCywJFWtQuL0RRx6uXN09cBk1JAsjJWk50iVJWLtGdGBovfipCFWhT1TImKEatLsEc-wOiYR-XiDXk/s1600/def_zn.jpg
Defisiensi Besi (Fe)
Defisiensi Seng (Zn)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-Nd15XcjqqMZeDNPBgvT_KFjuKFuFHd2BL5LBqdrIX-rDqIGlx1TKfM2X8lZQuDy5AlSHo3Cll6uk7de5yCLJsDPQJfEl47nZawpRF6mHuC7V2zlJEF6Fzjt1STTftLlyWjgv9bH9Nso/s1600/def_mn.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_4NrBN9oaGUdTRqEDNCS6ae2eoyatAho_saDbtfUP8hBlNhzHoHxWBvofpXq5m3W7jlD4u0vPEtkCV9jDtkrScPny4zKMYxYkyrMESlWjYCihmNw3aI0iLmTeScDZL7JCkr6cW_JJ_Kw/s1600/def_mg.jpg
Defisiensi Mangan (Mn)
Defisiensi Magnesium (Mg)

Buah tanaman yang menderita CVPD berukuran lebih kecil dan berbentuk tidak normal. Menjelang masak, buah menguning dari bagian pangkal, bukan dari bagian ujung sebagaimana seharusnya. Bila buah dibelah melalui bagian pangkal, tampak pembuluh berwarna cokelat muda. Bila buah dibelah melintang, tampak biji yang kisut dan menghitam.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjENsTLWDYnNoGXusgg0UqfgTPfyh1aEf3h8Ztc4FvtlxJNBBaPxEg3Hqy-aX4qVfU37fHezZhicGdIMjmw5q5djqlKmILhi8jESKLERguRc6gXctTWS-NHaWDbSk60SoOROjPCRn26CuY/s1600/hlb_fruit_symptom_1.jpg 
Buah berukuran dan berbentuk tidak normal
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNvn8ECEqCiO_mT_50AkgB9Pga1LhEmWU1_2HVdN05eu0mM-whUsCnskCORj5TjcSr_67wquMrI0K4fTfRFJTVVVAObnySYASFb8no7MEghOrN91BzKHms_AuWHNBofOQPudX93wW8eRs/s1600/hlb_fruit_symptom_2.jpg 
Buah jeruk keprok menguning dari pangkal


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBqPus1FVPk0T0zCKDgP8JjZKv6ZAB_WSNwsMbCW81TcQucG6i7qDLKkNbUcbGD5hRVvXDdrbJZ7Sq_rN7893LfdfiPdi9LlDfEMPvG5LVLyMwkju2gRka6P_ksb6wwDMk13TyJ9gpzlY/s1600/hlb_fruit_symptom_3.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXhccCJR4heELlxxnTvXoj-40hxg7cQYENDcHm75-f6TNItLnpGXtf-qFf8phJFNyhxjb2JB-XN_6eoCDbqKUtitIPk0P4R4mbBN4qCjbQbFstT8C8EWzMzcd73mVgSMsChGCzRNnJOjg/s1600/hlb_fruit_symptom_4.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTy-vpg8ZU8M_qd5W89hpnZSLH0NOQGEmvqYb9-MF-ez3iRcB-tViBoAQzTRtYr4LKFy1EbN8R64rdnzdvRztZaUY_AUX-gieZh9WriwFGBSNUc2Xn1HfnjVvxiaLl3gUemTBe718esZI/s1600/hlb_fruit_symptom_5.jpg
 Buah jeruk manis menguning
Pembuluh berwarna cokelat muda
Biji kisut dan meng hitam





Pada tanaman yang sudah sakit parah, gejala CVPD sangat sulit dapat dikenali. Untuk lebih memastikan tanaman menderita CPVD, dapat dilakukan uji sederhana yang dikenal dengan uji iodin. Untuk melakukan uji ini, terlebih dahulu perlu disiapkan larutan iodin dengan mencampurkan 1 bagian cairan iodium tinktur (obat merah Betadine tidak boleh digunakan) ke dalam 9 bagian air minum kemasan (1:9). Kemudian, diambil satu helai daun bergejala CVPD dan diiris seperti tampak pada Gambar di bawah. Irisan daun kemudian dicelupkan ke dalam larutan iodin selama 1,5 sampai 2 menit lalu diperhatikan perubahan warna yang terjadi pada bagian tepi irisan daun. Bila warna tepi irisan berubah menjadi biru gelap maka perubahan warna tersebut menandakan tanaman berpenyakit CVPD , sebaliknya bila warna tidak berubah menandakan tanaman seha. Bila perubahan warna kurang jelas, uji diulangi dengan membuat irisan baru dari daun lain sampai diperoleh hasil seperti pada gambar.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiVHf8kHnv2bj9XMGV9b_TeWX9jhESeApLOcQF78vIAUBPFs-glOrNSgTOe9t2LciJ6FYFjUPgc4Fk7pSICQ37bLEDcS0Aow-xB98Y7igXmMayakUiEXDesQ9MCFGZkITYisbo1YKBfl4/s1600/hlb_iodinetest_1.jpg Cara memotong daun untuk pelaksanaan uji iodin

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYrDJ53g_Jzd80PJAAKa3JRrNTqwckY0sTW9s8iup-t3pTKc0Vo04ej7i1PeoHMcP8KNyxVhs3op9WhYXMacBHEsPBEPgbCgiFDS2527e6-SoY1rAOjErdvgG-PCYHx-vthmONnrLBAHE/s1600/hlb_iodinetest_2.jpg
Tepi potonga daun berwarna biru gelap bila berpenyakit CVPD


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh01lyH3uN0dnZKzvxcBC7vOH2UK5FNEn0_dRmtrJ3dsjh_7w8DGMBUwdo5iclO8jA5ngc_UmJN1PoO_mM0Uj0AuDQyJeDBQByreSYtAzaGUSxwa2JAZBD8SneZu061L2obs4r3OkhdhD0/s1600/hlb_iodinetest_3.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3xrq7WU5JC4NY1x0Cd5_zV28r9ci1UVQfPAhE8Q24xm7QtUduC5n59dnohDYZF45_7GdduD3Ig6Up97M89glhpYpc9rmddIlyLMf7JMiEsr38C8QqcDHCaFSxqX8ZsPRq43OZyKq0Whs/s1600/hlb_iodinetest_4.jpg
Tepi potongan daun tidak berwarna biru gelap bila tidak ber-penyakit CVPD (sehat)
Tepi potongan daun berwar-na biru gelap sebagian-sebagian, uji perlu diulang

Pengenalan CVPD dengan menggunakan gejala dan uji iodin memang tidak dapat memberikan hasil yang benar-benar akurat. Namun karena biayanya murah maka dapat dilakukan dalam jumlah banyak, di-bandingkan misalnya dengan uji canggih yang biayanya mahal. Mengingat tingkat akurasi uji iodin adalah 65% maka bila dari 100 pengujian ditemu-kan 80 hasil positif, setidak-tidaknya 52 pengujian adalah akurat. Untuk hasil yang benar-benar akurat dapat dilakukan uji PCR (polimerase chain reaction), tetapi uji ini hanya dapat dilakukan di laboratorium di luar NTT. Bukan tidak mungkin selama pengangkutan ke laboratorium sampel mengalami kerusakan sehingga hasilnya juga dapat tidak benar-benar akurat.Tidak aneh lagi jika penyakit CVPD (Citrus Vein Vloem) atau greening yang memiliki nama internasional Huang Lung Bin merupakan penyakit degenerasi yang selalu dituding sebagai penyebab utama terpuruknya sentra jeruk di Indonesia. Sebaliknya akan terasa asing terdengar di telinga jika ada pendapat bahwa CVPD hanya sebagai kambing hitam belaka, yaitu suatu perilaku menyalahkan sesuatu/orang lain ketika terjadi kesalahan dan kegagalan.  Kebiasaan mengkabing hitamkan CVPD mudah difahami karena penyakit ini selama periode 1960 – 1980an diduga sebagai penyebab kehancuran jutaan tanaman jeruk yang ada di sentra produksi Indonesia. Upaya penyembuhan tanaman terserang dengan menginfus menggunakan Oxytetracyclin tidak memberikan hasil memuaskan, dan konon menurut ahli penyakit perjerukan di planet bumi ini CVPD belum ditemukan obatnya sehingga bisa dianggap sebagai bahaya laten bagi tanaman jeruk.
C.  Identitas Hama/Pathogen
Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) Citrus greening symptoms, Kenya 1991.
Nama umum  : citrus huanglungbin (greening) disease
Klasifikasi  : Kingdom : Proteobacteria
Kelas  : Rhodospirilli
Ordo  : Rhizobiales
Famili  : Rhizobiaceae
Morfologi dan daur hidup CVPD :
Disebut juga “greening” kini namanya secara internasional telah dibakukan menjadi “Huang Lung  Bin” atau kira-kira berarti penyakit yang menyebabkan daun berwarna kuning. Penyakit ini disebabkan oleh suatu bakteri perusak jaringan phloem yang tidak dapat dikulturkan disebut Liberobacter asiaticum dan berbeda dengan yang berkembang di benua Afrika yaitu Liberobacter africanum. Penyakit ini terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
D.  Cara Penyebaran dan Faktor yang Mempengaruhi Hama/Penyakit
Berdasarkan hasil identifikasi terakhir dilporkan bahwa penyakit CVPD disebabkan oleh bakteri liberobacter asiaticum yang hidup dan hanya berkembang pada jaringan phloem, akibatnya sel- sel phloem mengalami degenerasi sehingga menghambat tanaman menyerap nutrisi. Walaupun terdapat diphloem, tetapi penyebarannya dibagian tanaman adalah lambat. Penyakit CVPD dapat ditemukan pada semua jenis jeruk yang terdapat di Indonesia.
Penyebaran CVPD secara geografis dari satu daerah kedaerah lain, serta masuknya penyakit kedalam kebun disebabkan oleh bahan tanaman yang terinfeksi, terutama berasal dari penggunaan tunas mata temple yang terinfeksi. Sedangkan penyebaran ketanaman lain dalam satu kebun biasanya melalui vector diaphorina citri atau penggunaan tunas mata tempepl yang terinfeksi. Penularan melalui kuncup biasanya relative rendah (5-10%), karena bakteri penyebab penyakit tidak tersebar dalam jaringan tanaman menurut Tirta widjaja (1984) penularan CVPD selalu melalui (a) vector (b) mata temple (c) bibit tanaman sakit, juga dapat melalui alat yang digunakan memotong dahan ranting tanaman jeruk yang sakit karena CVPD.
Tanaman jeruk dapat terkena CVPD melalui salah satu dari dua cara penularan CVPD. Pertama, CVPD dapat menular dengan perantaraan serangga kutu loncat jeruk Asia sebagai vektor. Kedua, melalui okulasi dengan menggunakan mata tempel yang diambil dari pohon induk berpenyakit CVPD.
Vektor adalah mahluk hidup yang tubuhnya mengandung bibit penyakit tanpa harus menjadi sakit, seperti nyamuk Anopeles yang tubuh-nya dapat mengandung plasmodium tanpa harus menjadi sakit malaria atau nyamuk Aedes yang tidak perlu khawatir terkena penyakit demam ber-darah dongue (DBD). Ketika kutu loncat jeruk Asia mengisap cairan dari pucuk tanaman berpenyakit CVPD, cairan yang mengandung bakteri penyebab CVPD masuk ke dalam tubuhnya. Cairan tersebut dapat dipin-dahkan ke tanaman sehat pada saat kutu loncat tersebut menghisap cairan dari tanaman sehat.
Tidak salah menobatkan CVPD sebagai biang kerok rusaknya sentra jeruk kita, tetapi tidak selalu benar anggapan bahwa CVPD merupakan satu-satunya atau penyebab utama merosotnya sentra jeruk keprok di berbagi tempat seperti di Soe (NTT), Ponorogo dan Magetan (Jatim), Tejakula (Bali), Tawangmangu (Jateng), Garut (Jabar), dan lain-lain.  Penyakit CVPD memang harus selalu diwaspadai dalam setiap pengembangan jeruk, tetapi tidak perlu menimbulkan ketakutan berlebihan yang justru mengakibatkan keteledoran terhadap masalah teknis lainnya yang ternyata memiliki pengaruh lebih besar.
Berikut beberapa faktor yang harus diperhatikan: 1. Mutu Benih. Salah satu cara penularan CVPD adalah melalui mata tempel yang digunakan untuk menghasilkan benih jeruk.  Untuk menghasilkan benih jeruk bermutu dan bebas penyakit, Balai Penelitian Tanaman jeruk dan Buah Subtropika (BLITJESTRO) merakit suatu Teknologi Produksi Benih Jeruk Bebas Penyakit.  Yang dimaksud benih bermutu adalah bebas dari patogen sistemik tertentu (CVPD, CTV, CVEV, CEV, CPsV, CcaV dan CTLV), sama dengan induknya yaitu varietas batang atas dan bawah dijamin kemurniannya, dan tahapan produksinya berdasarkan program pengawasan dan sertifikasi benih yang berlaku.  Benih jeruk bermutu biasanya diberi label biru yang dikeluarkan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). Harus diwaspadai bahwa tidak semua benih berlabel pasti bermutu.  Prakteknya di lapangan masih ditemui benih berlabel tetapi labelnya ASPAL (asli tapi palsu)  yang tentunya baik kebenaran varietas dan kesehatan mata tempelnya juga diragukan. Kalau di derah-daerah yang pengawasan benihnya termasuk ketat masih bisa terjadi kasus pemalsuan label, apalagi di tempat lain.
2. Lingkungan tumbuh. Kepemilikan lahan jeruk yang sempit dan terpencar adalah salah satu masalah dalam pengembangan jeruk.  Masalah lain yaitu sebagian besar jenis jeruk keprok seperti keprok Soe, Batu 55, Garut, Pulung, Tawangmangu, dan lain-lain menghendaki lingkungan dataran tinggi.  Lingkungan ini kebanyakan adalah lahan kering yang marginal, misalnya sentra jeruk di Soe yang lapisan tanahnya tipis, miskin hara, dan sulit untuk mendapatkan irigasi.  Jeruk di tempat ini pada tahun pertama hingga keempat pertumbuhannya cukup baik, tetapi pada tahun selanjutnya ketika nutrisi tanah tidak mendukung lagi dan dengan adanya panen buah yang sebenarnya merupakan proses pemiskinan lahan, maka pada saat itu tanaman mulai menunjukkan gejala kemerosotan.  Kemunduran mutu tanaman jeruk keprok yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan jenis lainnya yang ditanam di lahan yang lebih subur sering dianggap bahwa jeruk keprok termasuk lebih peka terhadap CVPD, meskipun kenyataannya karena tanaman kekurangn nutrisi.
3. Pengetahuan dan penguasaan teknologi. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan penghargaan kepada petani, kenyataannya belum semua petani memiliki pengetahuan dan menguasai teknologi budidaya jeruk yang memadai, terutama petani yang lahan jeruknya dibawah 0,5 hektar atau yang menanam jeruk karena adanya bantuan benih.  Kelompok terakhir memiliki resiko kegagalan paling tinggi kerana biasanya menanam jeruk hanya sebagai tanaman sampingan, tanaman utamanya adalah tanaman pangan yang jadi andalan untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari.  Lemahnya pengetahuan petani memahami kebutuhan toknologi budidaya jeruk juga bisa dilihat dari cara memelihara jeruk yag tidak jauh berbeda dengan tanaman buah tahunan lain seperti mangga atau rambutan.   Lebih parah lagi jika beranggapan bahwa benih berlabel bebas penyakit tidak akan terserang CVPD sehingga mereka cenderung sembrono merawat tanaman.  Kenyataannya benih berlabel bebas penyakit bukan berarti tahan serangan CVPD.  Tanaman di lapangan bisa tertular jika di sekitar kebun terdapat tanaman yang terserang (sumber penular) dan ada serangga Diaphorina Citri sejenis kutu loncat yang menularkannya.
4. Pemahaman terhadap gejala serangan CVPD.  Semua sepakat bahwa CVPD merupakan penyakit yang harus selalau diwaspadai.  Jika tanaman terserang disarankan untuk dieradikasi yaitu dibongkar, kemudian dibakar untuk mencegah meluasnya serangan.  Ironisnya, kebanyakan petani dan bahkan petugas lapangan tidak sedikit yang kesulitan untuk membedakan antara gejala serangan CVPD dan kekurangan nutrisi.  Gejala serangan CVPD yang muncul pada daun sering rancu dengan gejala kekurangan unsur hara mikro meskipun sebenarnya bisa dibedakan, hanya membutuhkan pengalaman lapangan dan ketelitian.  Pemeliharaan intensif terutama memenuhi kebutuhan pupuk baik makro maupun mikro sangat membantu untuk mendiagnosis gejala yang muncul pada daun.  Kelemahan ini sering digunakan sebagai senjata mengkambing hitamkan CVPD.  Jika tidak diperbaiki, kesalahan memahami gejala yang muncul bisa berakibat fatal karena tanaman harus dibongkar meskpiun belum tentu diserang CVPD.
5. Sarana produksi pertanian (saprotan).  Tanaman jeruk termasuk jenis tanaman manja yang membutuhkan teknologi dan intensitas pengelolaan lebih intensif, serta biaya tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman buah tahunan pada umumnya.  Sayangnya, tidak di semua daerah pengembangan jeruk mudah untuk mendapatkan saprotan yang memadai, kalaupun tersedia harganya tidak memihak petani. Masalah ini menjadi hambatan bagi petani kecil untuk menerapkan teknologi anjuran karena harus menanggung biaya pemeliharaan cukup tinggi sebelum tanaman menghasilkan buah (sekitar 4 tahun).  Disisi lain, petani harus mengelurkan biaya hidup dan biaya untuk memelihara tanaman pangannya. Hal ini menyebabkan bahwa sebagian besar petani jeruk yang berhasil adalah kelompok petani bermodal tinggi atau petani berdasi, sedangkan petani kecil biasanya hanya bertahan sekitar 5 tahun karena daya dukung tanahnya telah menurun.
E.  Cara Pengendalian Hama atau Penyakit
Pengendalian penyakit CVPD masih sangat sulit untuk di lakukan dengan cara mekanik, karena tingkat penyebaran yang sangat cepat menyerang tanaman. Sehingga cara yang masih digunakan ialah dengan menggunakan teknik isolasi tanaman yang terserang virus. Adapun tahapan dalam isolasi adalah sebagai berikut :
            Tahap-Tahap Prosedur Isolasi Gen Resisten Penyakit CVPD
  1. Uji ketahanan tanaman jeruk kinkit dan karatachi serta tanaman jeruk budidaya (siem dan keprok) terhadap serangan penyakit CVPD dengan cara penularan mengunakan serangga vektor D. citri
  2. Deteksi PCR untuk memastikan serangan penyakit CVPD pada tanaman yang diuji.
  3. Jeruk kinkit dan karatachi dipilih sebagai tanaman yang toleran terhadap serangan penyakit CVPD (CVPDr)
  4. Transformasi genetik secara in vitro atau in planta pada tanaman jeruk kinkit dan karatachi
  5. Seleksi transforman (tanaman yang termutasi)
  6. Uji ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD untuk tanaman-tanaman termutasi (transforman)
  7. Seleksi yang menjadi peka terhadap serangan penyakit CVPD (CVPDr-s)
  8. Inverse PCR (IPCR) untuk isolasi flanking DNA termutasi dari mutan tanaman jeruk kinkit CVPDr-s.
  9. Kloning produk IPCR (flanking DNA termutasi) pada vektor plasmid
  10. Sekuen fragmen DNA produk IPCR
  11. Formulasi primer untuk deteksi wild type target DNA yang mengandung gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
  12. Deteksi dan isolasi serta kloning wild type target DNA yang mengandung gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
  13. Analisis sekuen klon wild type target DNA yang mengandung gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD dan penentuan ORF (open reading frame) dari gen gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD (gen CVPDr)
  14. Over expression (produksi protein) gen CVPDr pada sel Escherichia coli
  15. Analisis fungsi protein yang dihasilkan oleh gen CVPDr dalam mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit CVPD
  16. Pembuatan tanaman jeruk transgenik menggunakan gen CVPDr
  17. Uji ketahanan tanaman jeruk transgenik dengan gen CVPDr terhadap serangan penyakit CVPD.
Selain dengan menggunakan metode in vitro yaitu isolasi bisa dengan menggunakan pengendalian hayati dengan menggunakan musuh alami serangga yaitu parasitoid nimfa Tamarixia radiata Wat. (Hymenoptera : Euploidae) dan Diaphorencyrtus alligarensisi Shaffe (Hymenoptera : Encyrtidae).
Pengendalian penyakit CVPD harus dilakukan secara terpadu. Faktot- faktor yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan CVPD tersebut adalah :
1. Pengadaan bibit jeruk bebas penyakit
Pengadaan bibit ini mendapat pengawasan dari balai pengawasan dan sertifikasi benih (BPSB). Dalam rangka ini, pusat penelitian dan pengembangan hortikultura telah mengembangkan teknik sambung tunas pucuk (shoot tip grafting, STG) seperti di riau, jawa timur, sulawesi selatan, jawa barat dan bali.
2. Serangga vector
Serangga penularan yang sangat dalam penyebaran CVPD adalah D. citri. Vector ini menularkan CVPD dipesemaian dan kebun serta terutama ditemukan pada tunas. Agar populasinya tidak bertambah, penggunaan pestisida dapat dipertimbangkan. Insektisida yang dapat mengendalikan populasi vector tersebut diantaranya dimethoate (perfekthion, roxion 40 EC, rogor 40 EC, cygon) yang diaplikasikan pada daun atau disuntikan pada batang, dan edosulfan (dekasulfan 350 EC).aplikasi insektisida hendaknya dilakukan pada saat tanaman menjelang dan ketika bertunas.
3. Penggunaan antibiotika oksitetrasiklin
Tanaman jeruk yang terkena CVPD dengan tingkat serangan ringan, masa produktivitasnya dapat diperpanjang dengan infusan oksitetrasiklin HCI konsentrasi 200 ppm. Penyembuhan yang terjadi hanya bersifat sementara sehingga cara ini harus diulangi.untuk memperoleh hasil optimim, tanaman yang telah diinfus harus dipupuk dan mendapat pengairan yang cukup (tjiptono, 1984 dalam hitagalung, 1989).
4. Eradikasi
Produksi tanaman yang terserang CVPD adalah rendah, tanaman ini tidak menghasilkan buah. Tanaman sakit tersebut merupakan sumber inokulum bagi tanaman disekitarnya. Dengan demikian, tanaman sakit harus dimusnahkan melalui eradikasi.
5. Karantina
Dalam rangka mencegah CVPD, telah dikeluarkan surat keputusan mentri pertanian nomor 129/kpts/um/3/1982 yang isinya melarang pengangkutan tanaman / bibit jeruk dari daerah endemic kedaerah bebas CVPD.
6. Pengairan dan pemupukan
Gejala CVPD banyak terdapat didaerah kekurangan air dan daerah daerah yang belum biasa melakukan pemupukan jeruk. Idealnya tanaman jeruk tersebut diberi pemupukan berimbang antara pupuk makro dan pupuk mikro (tjiptono, 1984 dalam hutagalung,1989).
7. Pemetaan daerah serangan CVPD
Data ini sangat penting untuk penyusunan program secara lengkap. Data yang diperlukan adalah jumlah daerah perbanyakan jeruk, jumlah tanaman yang terkena CVPD, intensitas/tingkat serangan.
DAFTAR PUSTAKA

Armiati 2001. Ecology of the insect vector of citrus systemic diseases and their control in Taiwan. Citrus Greening Control Project in Okinawa, Japan. Extension Bulletin. 459 : 1 – 5.
Kenya 1991. Taksonomi terhadap Penyakit CVPD.http:// www.taksonomi cvpd .com.Diakses tanggal 3 juni 2013.
Nurjanani 1992. Pengendalian Penyakit CVPD pada Tanaman jeruk dan Penyakit Karat Puru pada Tanaman Albesia di Desa Taro. Kegiatan pengabdian Masyarakat Universitas Udayana
Sub balithor jeneponto, 1988  Mekanisme Tingkat Melekul Infeksi Penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) pada Tanaman Jeruk dan Peran Diaphorina citri Kuw. Sebagai Serangga Vektor. Laporan Pelaksanaan RUT IX. 1 Tahun 2002. Denpasar : Lembaga Penelitian Universitas Udayana.
Tirta widjaja (1984) Strategi penelitian dan pengkajian jeruk di Indonesia. Makalah disampaikan pada Lokakarya dan Kontes Buah Pamelo Nasional, Batu-Jawa Timur, 13 – 14 Mei 2002
 Tjiptono, 1984 dalam hitagalung, 1989. Peningkatan produksi hortikultura berwawasan lingkungan. Dalam Prosiding Rapat Kerja Penyusunan Prioritas dan Desain Penelitian Hortikultura. Solok, 17-19 Nopember 1994.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar