Rabu, 09 Desember 2015

First Step-PERAN SUHU UDARA, RH DAN CAHAYA TERHADAP LAJU EVAPOTRANSPIRASI



IV. PERAN SUHU UDARA, RH DAN CAHAYA TERHADAP LAJU EVAPOTRANSPIRASI



A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Suhu udara merupakan rerata energy kinetic gerakan molekul-molekul di dalam udara (benda). Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi matahari secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung karena adanya partikel yang ada di atmosfer mengabsorpsi energi radiasi surya, sedangkan pengaruh tidak langsung karena adanya radiasi bumi dalam bentuk gelombang panjang.

Relative humidity adalah kandungan uap air pada udara pada saat itu dibagi dengan kandungan uap air maksimum yang dapat dikandung oleh udara pada saat suhu tersebut. Tumbuhan atau taaman tumbuh pada suatu tempat yang tidak bisa pindah seperti hewan dan manusia, sehingga untuk memenuhi kebutuhan air harus mengambil dari tanah tempat tanaman tersebut tumbuh. Kodisi kering, basah, tergenang harus diterima tanaman (karena tidak bisa pindah) sehingga setiap saat tanaman dihadapkan masalah air. Evaporasi adalah pengertian penguapan (air) secara umum dari suatu permukaan benda. Sedangkan transpirasi adalah kehilangan air dalam bentuk uap yang melewati tubuh tumbuhan. Evapotranspirasi adalah penjumlahan dari keduanya.

2. Tujuan Praktikum

Mengetahui pengaruh suhu, kelembaban relative dan cahaya terhadap laju evaporasi tanah, transpirasi dan evapotranpirasi tanaman.

3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pratikum agroklimatologi peran suhu udara, RH dan cahaya terhadap laju evapotranspirasi ini dilaksanakan pada tangal 10 November 212. Bertempat di Rumah kaca dan area Fakultas Pertanian Universtas Sebelas Maret Surakarta.

B. Alat dan Cara Kerja

1. Alat

a. Thermometer

b. Hygrometer

c. Sangkar cuaca

d. Pot tanaman

e. Lux meter

f. Timbangan

               

2. Cara Kerja

a. Pasang thermometer dan hygrometer pada sangkar cuaca. Siapkan tiga buah sangkar cuaca, dan diletakkan pada 3 lokasi yang berbeda, yakni:

1) didalam rumah kaca (posisi di tengah-tengah rumah kaca)

2) dibawah naungan screen atau paranet

3) pada lingkungan terbuka tanpa naungan

b. Pasang sangkar cuaca (kotak) yang berwarna putih tersebut pada ketinggian 120 cm diatas tanah.

c. Letakkan tiga tanaman dalam pot pada masing-masing lokasi (dekat kotak), dengan ketentuan:

1) pot A berisi tanah saja (tanpa tanaman) kondisi terbuka

2) pot B berisi tanaman dengan kondisi pot dan tanah dibungkus plastic

3) pot C kondisi biasa berisi tanaman. Tanaman pada pot A dan B diusahakan seragam

d. Lakukan pengamatan berat pot A, B dan C serta pengamatan cuaca suhu, RH yang ada didalam sangkar

e. Lakukan pengamatan intensitas cahaya dengan lux meter. Posisi sensor menghadap keatas (jangan miring). Pengamatan dilakukan pada ketinggian 100 cm diatas tanah (lantai). Untuk pengamatan dengan lux, alat di setel pada posisi tertinggi, dan bila belum terdeteksi posisi sakelar bisa diturunkan ke posisi yang lebih rendah. Alat lux meter digital biasanya ada 3 range (skala) pengukuran.

f. Ulangi pengamatan suhu, RH, intensitas cahaya dan berat pot setiap 15 menit sekali.

g. Setelah dilakukan empat kali pengamatan (ada 4 data) dilakukan penghitungan laju evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi pada masing-masing periode percobaan (satu periode = 15 menit)

h. Untuk menghitung evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi dibuat satuan gram per jam, sehingga data yang diperoleh perlu dikonversi.

C. Tinjauan Pustaka

     

      Penguapan adalah proses perubahan air dari bentuk cair menjadi bentuk gas. Ada dua macam penguapan, yaitu evaporasi merupakan enguapan air ecara langsung dari lautan, danau, sungai dan transpirasi merupakan penguapan air dari tumbuh-tumbuhan dan yang lainnya. Gabunga antara evaporasi dan transpirasi disebut evapotranspirasi (Wuryanto 2000). Evapotranspirasi sendiri merupakan ukuran total kehilangan air untuk suatu luasan lahan melalui evaporasi dari permukaan tanaman. Secara potensial evapotranspirasi ditentukan hanya oleh unsure-unsur klim, sedangkan sevara actual eavapotranspirasi juga ditentukan oleh kondisi tanah dan sifat tanaman (Karmini 2008).

      Evaporasi terjadi apabila air berhubungan dengan atmosfer yang tidak jenuh, baik secara internal pada daun maupun secara eksternal pada permukaan-permukaan yang basah. Sedang transpirasi pada dasarnya merupakan salah satu proses evaporasi yang dikendalikan oleh proses fotosintesis pada permukaan daun (Juwita 2010). Evapotranspirasi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus hidrologi dan komponen pentng dalam perhitungan kebutuhan dan ketersediaan air. Metode untuk mengestimasi evapotranspirasi biasanya dilakukan pertitik dengan tutupan lahan dianggap homogeny sehingga estimasi evapotranspirasi untuk wilayah lus bisa menyebabkan ketidakakuratan, untuk mengatasi masalah ini diaplikasikan penginderaan jauh dengan estimasi evapotranspirasi per piksel (Bituk 2009). Tidak semua presipitasi yang mencapai permukaan secara langsung berinfiltrasi kedalam tanah atau melimpas diatas permukaan tanah. Sebagian darinya, secara langsung atau setelah penimpanan permukaan atau bawah permukaan, ilang dalam bentuuk evaporasi. Walau diketahui sejumlah faktor mempengaruhi laju evapotranspirasi, sulit sekali untuk menilai kepentingan relative masing-masing factor (Anonim 2008)

D. Hasil Pengamatan

Tabel IV.1 Lokasi : Naungan Sabtu, 10 November 2012

            Sumber : laporan sementara

Tabel IV.2 Lokasi : Rumah kaca Sabtu, 10 November 2012

            Sumber: laporan sementara

Tabel IV.3 Lokasi : Tempat terbuka Sabtu, 10 November 2012

            Sumber: laporan sementara

E. Pembahasan

Penguapan terjadi apabila adanya transfer energi panas. Energi panas ini dibutuhkan untuk mengubah wujud benda dari cair menjadi uap. Oleh karena panas ini hanya dipakai untuk mempengaruhi peralihan dari cair menjadi uap, dan tidak mempunyai efek terhadap suhu cairan maupun uapnya, maka dinamakan panas laten. Laju evaporasi bergantung masukan energi matahari yang diterima. Semakin besar jumlah energi matahari yang diterima, maka semakin banyak molekul air yang diuapkan. Ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul air memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut dan kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfir.

Nilai evaporasi merupakan selisih permukaan atau tinggi dari dua kali pengukuran setelah nilai curah hujan apabila terjadi hujan. Terdapat berbagai faktor yang menghambat dan mempercepat kecepatan dan jumlah penguapan diantaranya adalah: (1) Suhu, dengan kenaikan suhu air dan tekanan uap air, kemampuan titik-titik air untuk menguap ke udara mengalami kenaikan dengan cepat; (2) Kelembaban udara, dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara. Penguapan akan lebih besar apabila kelembaban nisbi rendah; (3) Angin, angin sangat mempercepat terjadinya penguapan, karena angin mengganti udara basah dekat permukaan air dengan udara kering; (4) Susunan air, penguapan lebih tinggi pada air tawar dari pada air asin; (5) luas permukaan, penguapan akan lebih besar pada daerah yang memiliki permukaan yang luas; (6) Tekanan Udara, pada umumnya jika tekanan udara lebih rendah di atas permukaan air, penguapannya lebih besar; (7) Panas laten penguapan. Hubungan antara luas permukaan dengan kecepatanevaporasi, yaitu semakin luas permukaan suatu bahan maka akansemakin besar kecepatan evaporasinya sehingga pengurangan kadarair yang terjadi juga semakin besar. Karena dengan luas permukaanyang besar, proses konveksi atau proses pemanasan terhadap bahanakan dengan cepat menyebar sehingga panas yang bersentuhan denganbahan semakin menyebar dan akibatnya proses penguapan air akansemakin cepat terjadi.

Pada perlakuan di rumah kaca berat pot A (1588gr) lebih besar dari pot B (899gr) lebih besar dari pot C(875 gr). Pada perlakuan di naungan berat pot C (70,8r) lebih kecil dari pot B (1055 gr) lebih kecildari pot A (1556 gr). Sedangkan pada perlakuan terakhir di tempat terbuka pot A (1732 gr) lebih besar dari pot B (1089 gr) lebih besar dari pot C (774 gr). Pada perlakuan di rumah kaca dan naungan pot A memiliki berat yang paling tinggi, hal ini di karenakan pada pot A tidak terdapat tanaman, vegetasi sangat mempengaruhi laju evapotranspirasi yang mengakibatkan perubahan berat pada pot-pot tersebut. Pot B dan C terdapat vegetasi yang pengurangan beratnya akan jauh lebih tinggi karena tumbuhan mengeluarkan uap air jauh lebih besar di banding pot A yang tidak terdapat tanaman.

Pengamatan suhu di naungan suhu rata-rata lebih tinggi (33,5oC) di bandingkan pada perlakuan di tempat terbuka (32,8 oC) dan di rumah kaca (32,5 oC). Hal tersebut salah satunya di pengaruhi oleh kesalahan paralaks dalam melihat thermometer. Terbukti rata-rata intensitas cahaya di naungan lebih rendah (19100 lux) di bandingkan pada perlakuan di tempat terbuka (6074,4 lux) dan di rumah kaca (18320 lux).

Pengamatan kelembaban rata-rata di rumah kaca lebih tinggi (33 %) di bandingkan pada perlakuan di naungan (55%) dan di tempat terbuka(40 %). Berdasarkan teori semakin rendah intensitas cahaya suhu akan semakin rendah dan kelembaban semakin tinggi. Karena kelembaban berbanding terbalik dengan suhu. Pada pengamatan kelembaban ini kurang sesuai dengan teori mungkin dikarenakan oleh human error yang berupa ketidak-telitian praktikan waktu pengukuran kelembaban.

Semakin tinggi kelembaban suatu tempat maka laju evapotranspirasinya semakin rendah dan sebaliknya. Sedangkan intensitas cahaya dan suhu berbanding lurus dengan laju evapotranspirasi. Semakin rendah intensitas cahaya, suhu juga semakin rendah namun kelembaban semakin tinggi dan laju evapotranspirasi semakin rendah.

Laju evapotranspirasi pada perlakuan di rumah kaca rata-ratanya sebesar -8 gram/jam. Laju evapotranspirasi pada perlakuan di naungan rata-rata sebesar -4 gr/jam. Sedangkan laju evapotranspirasi pada perlakuan di tempat terbuka sebesar -10 gr/jam. Hal ini dikarenakan pada tempat terbuka laju kehilangan airnya (transpirasi) dan evaporasinya lebih tinggi, dan kelembabannya lebih rendah di banding perlakuan yang lain.Pada hasil pengamatan menunjukkan perubahan berat/pengurangan berat hal ini dikarenakan adanya uap air yang hilang melalui evaporasi maupun transpirasi.

F. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

   Dari hasil pengamatan praktikum pengamatan peran suhu udara, RH, dan cahaya terhadap laju evapotranspirasi, maka dapat disimpulkan bahwa;

a.    Semakin tinggi suhu udara maka laju evapotranspirasi akan semakin besar dan sebaliknya.

b.    Semakin tinggi kelembaban maka laju evaporasi, transpirasi dan laju evapotranspirasi semakin rendah dan sebaliknya.

c.    Semakin tinggi intensitas cahaya maka laju evapotranspirasi semakin tinggi dan sebaliknya

d.    Semakin tinggi intensitas cahaya, suhu akan semakin meningkat sedangkan kelembaban akan semakin rendah.

e.    Jadi suhu, kelembaban relative dan intensitas cahaya sangat berpengaruh terhadap laju evaporasi tanah, transpirasi dan evapotranspirasi tanaman.

f.    Evapotranspirasi adalah penjumlahan dari evaporasi (penguapan air secara umum dari suatu permukaan benda) dan transpirasi (kehilangan air dalam bentuk uap yang melewati tubuh tuumbuhan).

2.  Saran

Saran dalam praktikum agroklimatologi khususnya pada praktikum acara peran suhu udara, RH, dan cahaya terhadap laju evapotranspirasi diharapkan para praktikan mampu untuk mengetahui pengaruh suhu, RH, dan cahaya terhadap laju evaporasi tanah, transpirasi dan evapotranspirasi tanaman.

Untuk proses berjalannya praktikum agroklimatologi acara peran suhu udara, RH, dan cahaya terhadap laju evapotranspirasi ini diharapkan persediaan segala peralatan dan 

alat pendukung praktikum lebih diperhatikan sehingga pratikum dapat berjalan dengan lancar. Jadwal praktikum, pengumpulan draft laporan hendaknya lebih ditata  ulang agar praktikan dapat mengantisipasinya.

 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Klimatologi Terapan. http://www.fpk.unair.ac.id. Diakses tanggal    18 November 2012

Bituk. 2009. Evapotranspirasi. http://bituk.blogspot.com. Diakses pada tanggal 18 November 2012

Juwita. 2010. Evapotranspirasi. http://juwitacantik.wordpress.com. Diakses pada tanggal 18November 2012.

Karmini. 2008.  Validasi Model Pendugaan Evapotranspirasi : Upaya Melengkapi Sistem Database Iklim Nasional. Jurnal Tanah dan Iklim.No. 27, 2008.

Syaiful. 2008. Pengamatan Unsur-Unsur Cuaca Di Stasiun Klimatologi Pertanian.Jurnal Inovasi Pertanian. Vol. 7 (1), Hal: 51-55.

Wuryatno, Indro. 1999. Klimatologi Dasar. UNS Press. Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar