PAPER
KARANTINA
TUMBUHAN
CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration)
PADA JERUK DI
JAWA, SUMATERA DAN BALI
Disusun oleh :
Novia Wijayanti
H3511012
PROGRAM
STUDI D-III AGRIBISNIS
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
CVPD (Citrus Vein
Phloem Degeneration)
PADA JERUK DI
JAWA, SUMATERA DAN BALI
A. Arti Penting Hama/Penyakit
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan biodiversitas
yang tinggi. Karena itu Indonesia memiliki potensi dan kekayaan Sumber Daya
Alam yang tinggi khususnya bahan dan hasil pertanian. perkembangan sarana
transportasi menyebabkan lalu lintas manusia dan barang bahan dan hasil
produksi pertanian meningkat. Tanpa adanya penamatan yang ketat, berbagai jenis
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dapat dengan mudah terbawa dan menyebar ke
luar daerah atau di dalam daerah RI.
Jeruk termasuk jenis buah- buahan yang digemari oleh
masyarakat dam memiliki kapasitas dalam menunjang perbaikan gizi masyarakat,
karena kandungan vitamin C nya cukup tinggi dan baik dikonsumsi dalam bentuk
segar (sebagai buah meja) maupun lahan (jus dan sirup).
Salah satu faktor
pembatas dalam pengembangan jeruk di daerah ini adalah organisme pengganggu
(OPT) termasuk penyakit CVPD (citrus vein phloem degeneration). Penyakit ini
termasuk penyebab matinya pohon jeruk secara besar- besaran pada tahun 1980-an
di kabupaten jeneponto, bantaeng dan bulukumba (sub balithor jeneponto, 1988)
selanjutnya (nurjanani 1992) melaporkan bahwa penyakit CVPD telah mengancam
kelangsungan hidup jeruk di kabupaten sidrap dan pada tahun 2001 kembali
dilaporkan bahwa CVPD telah ditemukan pada tanaman jeruk keprok diselayar
(armiati 2001).
CVPD adalah nama penyakit jeruk, singkatan dari Citrus Vein Phloem Degeneration. Dalam
bahasa Indonesia nama ini berarti kerusakan pembuluh floem tanaman jeruk. Di
luar negeri penyakit ini dikenal dengan nama berbeda-beda di setiap negara.
Nama CVPD sendiri, meskipun dalam bahasa Inggris, adalah nama yang digunakan di
Indonesia. Nama resmi yang kini digunakan di seluruh dunia adalah Huanglongbing,
disingkat HLB, nama dalam bahasa Mandarin yang berarti pucuk menguning.
Pembuluh floem
adalah pembuluh yang terdapat pada kulit batang, berfungsi untuk mengangkut
bahan makanan, yang diolah tanaman pada daun, ke seluruh bagian tanaman. Jika
pembuluh floem mengalami kerusakan maka bahan makanan tertumpuk pada daun
sehingga bagian lainnya mengalami kekurangan makanan. Akibatnya, pertumbuhan
tanaman me-rana dan tanaman menjadi mati secara pelan-pelan tetapi pasti.
Pembuluh floem mengalami kerusakan karena dijadikan tempat berkembang biak oleh
bakteri Candidatus Liberibacter asiaticus, penyebab penyakit CVPD.
Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh
petani jeruk di seluruh dunia. Banyak pusat produksi jeruk di Indonesia telah
dirusakkan oleh CVPD, demikian juga pusat produksi jeruk di negara-negara lain.
Penyakit ini ditakuti karena mudah menular dan begitu tanaman terkena penyakit
maka akhirnya pasti akan mati. Selama masih hidup tanaman memang masih dapat
berproduksi, tetapi buah jeruk menjadi berkurang, bentuk buah menjadi tidak
normal, ukuran buah menjadi lebih kecil, dan rasanya menjadi kecut.
CPVD dapat dikenali dengan beberapa cara, dari cara yang
sederhana sampai cara yang canggih. Cara sederhana biasanya kurang teliti, tetapi
biayanya murah dan bila dilakukan oleh orang yang berpengalaman, hasilnya bisa
mendekati cara canggih yang biayanya mahal. Dua cara sederhana untuk mengenali
CVPD adalah pengamatan gejala dan uji iodin. Pengamatan gejala adalah
pengamatan yang dilakukan untuk melihat per-ubahan yang terjadi pada tanaman
yang menderita CVPD, sedangkan uji iodin adalah uji yang dilakukan dengan
meneteskan cairan iodium pada irisan daun yang diambil dari tanaman sakit.
B. Gejala Serangan Hama/Penyakit
CVPD menimbulkan beberapa gejala khas yang dapat
digunakan untuk mengenali keberadaannya. Pada tanaman yang baru mulai menderita
CVPD, salah satu cabangnya akan tampak menguning. Daun pada cabang tersebut
tampak berbelang-belang hijau-kuning secara tidak simetris antara bagian kanan
dan kiri tulang daun utama. Daun-daun kemudian akan mempunyai tulang daun yang
lebih tebal dan ber-gabus, bagian daun menguning yang semakin mencakup seluruh
permuka-an daun, serta daun menjadi lebih kaku, tumbuh lebih tegak, dan
kadang-kadang berbentuk tidak normal. Lama kelamaan, daun gugur dan cabang
menjadi tumbuh meranggas, tanaman tampak tumbuh merana, sebelum akhirnya
tanaman mati.
Pucuk dengan daun menguning pada
tanaman sakit
|
Tanaman sakit tahap lanjut dengan cabang meranggas
|
Daun dengan belang-belang hijau - kuning
|
Daun dengan tulang daun menebal
|
Gejala belang hijau-kuning pada daun mirip dengan gejala
kekurangan unsur hara dan gejala hama-penyakit lain. Namun bila dilakukan
pengamatan dengan teliti maka akan ditemukan perbedaannya sebagaimana tampak
pada tanaman di bawah ini. Mengingat hal ini, pengenalan penyakit CVPD dengan
berdasarkan gejala sebaiknya tidak dilakukan terhadap tanaman yang sudah sakit
parah dan tidak dilakukan pada musim kemarau ketika tanaman tidak dalam keadaan
segar.
Defisiensi Besi (Fe)
|
Defisiensi Seng (Zn)
|
Defisiensi Mangan (Mn)
|
Defisiensi Magnesium (Mg)
|
Buah
tanaman yang menderita CVPD berukuran lebih kecil dan berbentuk tidak normal.
Menjelang masak, buah menguning dari bagian pangkal, bukan dari bagian ujung
sebagaimana seharusnya. Bila buah dibelah melalui bagian pangkal, tampak
pembuluh berwarna cokelat muda. Bila buah dibelah melintang, tampak biji yang
kisut dan menghitam.
Buah berukuran dan berbentuk tidak
normal
|
Buah jeruk keprok menguning dari
pangkal
|
||
Buah jeruk manis menguning
|
Pembuluh berwarna cokelat muda
|
Biji kisut dan meng hitam
|
|
Pada
tanaman yang sudah sakit parah, gejala CVPD sangat sulit dapat dikenali. Untuk
lebih memastikan tanaman menderita CPVD, dapat dilakukan uji sederhana yang
dikenal dengan uji iodin. Untuk melakukan uji ini, terlebih dahulu perlu
disiapkan larutan iodin dengan mencampurkan 1 bagian cairan iodium tinktur
(obat merah Betadine tidak boleh digunakan) ke dalam 9 bagian air minum kemasan
(1:9). Kemudian, diambil satu helai daun bergejala CVPD dan diiris seperti
tampak pada Gambar di bawah. Irisan daun kemudian dicelupkan ke dalam larutan
iodin selama 1,5 sampai 2 menit lalu diperhatikan perubahan warna yang terjadi
pada bagian tepi irisan daun. Bila warna tepi irisan berubah menjadi biru gelap
maka perubahan warna tersebut menandakan tanaman berpenyakit CVPD , sebaliknya
bila warna tidak berubah menandakan tanaman seha. Bila perubahan warna kurang
jelas, uji diulangi dengan membuat irisan baru dari daun lain sampai diperoleh
hasil seperti pada gambar.
|
Tepi potonga daun berwarna biru
gelap bila berpenyakit CVPD
|
Tepi potongan daun tidak berwarna
biru gelap bila tidak ber-penyakit CVPD (sehat)
|
Tepi potongan daun berwar-na biru gelap sebagian-sebagian,
uji perlu diulang
|
Pengenalan CVPD dengan menggunakan gejala dan uji iodin
memang tidak dapat memberikan hasil yang benar-benar akurat. Namun karena
biayanya murah maka dapat dilakukan dalam jumlah banyak, di-bandingkan misalnya
dengan uji canggih yang biayanya mahal. Mengingat tingkat akurasi uji iodin
adalah 65% maka bila dari 100 pengujian ditemu-kan 80 hasil positif,
setidak-tidaknya 52 pengujian adalah akurat. Untuk hasil yang benar-benar
akurat dapat dilakukan uji PCR (polimerase chain reaction), tetapi uji ini
hanya dapat dilakukan di laboratorium di luar NTT. Bukan tidak mungkin selama
pengangkutan ke laboratorium sampel mengalami kerusakan sehingga hasilnya juga
dapat tidak benar-benar akurat.Tidak aneh lagi jika penyakit CVPD (Citrus Vein
Vloem) atau greening yang memiliki nama internasional Huang Lung Bin merupakan
penyakit degenerasi yang selalu dituding sebagai penyebab utama terpuruknya
sentra jeruk di Indonesia. Sebaliknya akan terasa asing terdengar di telinga
jika ada pendapat bahwa CVPD hanya sebagai kambing hitam belaka, yaitu suatu
perilaku menyalahkan sesuatu/orang lain ketika terjadi kesalahan dan
kegagalan. Kebiasaan mengkabing hitamkan CVPD mudah difahami karena
penyakit ini selama periode 1960 – 1980an diduga sebagai penyebab kehancuran
jutaan tanaman jeruk yang ada di sentra produksi Indonesia. Upaya penyembuhan
tanaman terserang dengan menginfus menggunakan Oxytetracyclin tidak memberikan
hasil memuaskan, dan konon menurut ahli penyakit perjerukan di planet bumi ini
CVPD belum ditemukan obatnya sehingga bisa dianggap sebagai bahaya laten bagi
tanaman jeruk.
C. Identitas Hama/Pathogen
Penyakit Citrus
Vein Phloem Degeneration (CVPD) Citrus greening symptoms, Kenya 1991.
Nama umum : citrus huanglungbin (greening) disease
Klasifikasi : Kingdom : Proteobacteria
Kelas : Rhodospirilli
Ordo : Rhizobiales
Famili : Rhizobiaceae
Morfologi dan daur hidup CVPD :
Disebut juga
“greening” kini namanya secara internasional telah dibakukan menjadi “Huang
Lung Bin” atau kira-kira berarti penyakit yang menyebabkan daun berwarna
kuning. Penyakit ini disebabkan oleh suatu bakteri perusak jaringan phloem yang
tidak dapat dikulturkan disebut Liberobacter asiaticum dan berbeda dengan yang
berkembang di benua Afrika yaitu Liberobacter africanum. Penyakit ini terdapat di
Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
D. Cara Penyebaran dan Faktor yang
Mempengaruhi Hama/Penyakit
Berdasarkan hasil identifikasi terakhir dilporkan bahwa
penyakit CVPD disebabkan oleh bakteri liberobacter asiaticum yang hidup dan
hanya berkembang pada jaringan phloem, akibatnya sel- sel phloem mengalami
degenerasi sehingga menghambat tanaman menyerap nutrisi. Walaupun terdapat
diphloem, tetapi penyebarannya dibagian tanaman adalah lambat. Penyakit CVPD
dapat ditemukan pada semua jenis jeruk yang terdapat di Indonesia.
Penyebaran CVPD secara geografis dari satu daerah
kedaerah lain, serta masuknya penyakit kedalam kebun disebabkan oleh bahan
tanaman yang terinfeksi, terutama berasal dari penggunaan tunas mata temple
yang terinfeksi. Sedangkan penyebaran ketanaman lain dalam satu kebun biasanya
melalui vector diaphorina citri atau penggunaan tunas mata tempepl yang
terinfeksi. Penularan melalui kuncup biasanya relative rendah (5-10%), karena
bakteri penyebab penyakit tidak tersebar dalam jaringan tanaman menurut Tirta
widjaja (1984) penularan CVPD selalu melalui (a) vector (b) mata temple (c)
bibit tanaman sakit, juga dapat melalui alat yang digunakan memotong dahan
ranting tanaman jeruk yang sakit karena CVPD.
Tanaman jeruk dapat terkena CVPD melalui salah satu dari
dua cara penularan CVPD. Pertama, CVPD dapat menular dengan perantaraan
serangga kutu loncat jeruk Asia sebagai vektor. Kedua, melalui okulasi dengan
menggunakan mata tempel yang diambil dari pohon induk berpenyakit CVPD.
Vektor adalah mahluk hidup yang tubuhnya mengandung bibit
penyakit tanpa harus menjadi sakit, seperti nyamuk Anopeles yang tubuh-nya
dapat mengandung plasmodium tanpa harus menjadi sakit malaria atau nyamuk Aedes
yang tidak perlu khawatir terkena penyakit demam ber-darah dongue (DBD). Ketika
kutu loncat jeruk Asia mengisap cairan dari pucuk tanaman berpenyakit CVPD,
cairan yang mengandung bakteri penyebab CVPD masuk ke dalam tubuhnya. Cairan
tersebut dapat dipin-dahkan ke tanaman sehat pada saat kutu loncat tersebut
menghisap cairan dari tanaman sehat.
Tidak salah menobatkan CVPD sebagai biang kerok rusaknya
sentra jeruk kita, tetapi tidak selalu benar anggapan bahwa CVPD merupakan
satu-satunya atau penyebab utama merosotnya sentra jeruk keprok di berbagi tempat
seperti di Soe (NTT), Ponorogo dan Magetan (Jatim), Tejakula (Bali),
Tawangmangu (Jateng), Garut (Jabar), dan lain-lain. Penyakit CVPD memang
harus selalu diwaspadai dalam setiap pengembangan jeruk, tetapi tidak perlu
menimbulkan ketakutan berlebihan yang justru mengakibatkan keteledoran terhadap
masalah teknis lainnya yang ternyata memiliki pengaruh lebih besar.
Berikut beberapa faktor yang harus diperhatikan: 1. Mutu
Benih. Salah satu cara penularan CVPD adalah melalui mata tempel yang digunakan
untuk menghasilkan benih jeruk. Untuk menghasilkan benih jeruk bermutu
dan bebas penyakit, Balai Penelitian Tanaman jeruk dan Buah Subtropika
(BLITJESTRO) merakit suatu Teknologi Produksi Benih Jeruk Bebas Penyakit.
Yang dimaksud benih bermutu adalah bebas dari patogen sistemik tertentu (CVPD,
CTV, CVEV, CEV, CPsV, CcaV dan CTLV), sama dengan induknya yaitu varietas
batang atas dan bawah dijamin kemurniannya, dan tahapan produksinya berdasarkan
program pengawasan dan sertifikasi benih yang berlaku. Benih jeruk
bermutu biasanya diberi label biru yang dikeluarkan oleh Balai Pengawasan dan
Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH). Harus diwaspadai
bahwa tidak semua benih berlabel pasti bermutu. Prakteknya di lapangan
masih ditemui benih berlabel tetapi labelnya ASPAL (asli tapi palsu) yang
tentunya baik kebenaran varietas dan kesehatan mata tempelnya juga diragukan.
Kalau di derah-daerah yang pengawasan benihnya termasuk ketat masih bisa
terjadi kasus pemalsuan label, apalagi di tempat lain.
2. Lingkungan tumbuh. Kepemilikan lahan jeruk yang sempit
dan terpencar adalah salah satu masalah dalam pengembangan jeruk. Masalah
lain yaitu sebagian besar jenis jeruk keprok seperti keprok Soe, Batu 55,
Garut, Pulung, Tawangmangu, dan lain-lain menghendaki lingkungan dataran
tinggi. Lingkungan ini kebanyakan adalah lahan kering yang marginal,
misalnya sentra jeruk di Soe yang lapisan tanahnya tipis, miskin hara, dan
sulit untuk mendapatkan irigasi. Jeruk di tempat ini pada tahun pertama
hingga keempat pertumbuhannya cukup baik, tetapi pada tahun selanjutnya ketika
nutrisi tanah tidak mendukung lagi dan dengan adanya panen buah yang sebenarnya
merupakan proses pemiskinan lahan, maka pada saat itu tanaman mulai menunjukkan
gejala kemerosotan. Kemunduran mutu tanaman jeruk keprok yang relatif
lebih cepat dibandingkan dengan jenis lainnya yang ditanam di lahan yang lebih
subur sering dianggap bahwa jeruk keprok termasuk lebih peka terhadap CVPD,
meskipun kenyataannya karena tanaman kekurangn nutrisi.
3. Pengetahuan dan penguasaan teknologi. Dengan tidak
mengurangi rasa hormat dan penghargaan kepada petani, kenyataannya belum semua
petani memiliki pengetahuan dan menguasai teknologi budidaya jeruk yang
memadai, terutama petani yang lahan jeruknya dibawah 0,5 hektar atau yang
menanam jeruk karena adanya bantuan benih. Kelompok terakhir memiliki
resiko kegagalan paling tinggi kerana biasanya menanam jeruk hanya sebagai
tanaman sampingan, tanaman utamanya adalah tanaman pangan yang jadi andalan
untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari. Lemahnya pengetahuan petani
memahami kebutuhan toknologi budidaya jeruk juga bisa dilihat dari cara
memelihara jeruk yag tidak jauh berbeda dengan tanaman buah tahunan lain
seperti mangga atau rambutan. Lebih parah lagi jika beranggapan
bahwa benih berlabel bebas penyakit tidak akan terserang CVPD sehingga mereka
cenderung sembrono merawat tanaman. Kenyataannya benih berlabel bebas
penyakit bukan berarti tahan serangan CVPD. Tanaman di lapangan bisa
tertular jika di sekitar kebun terdapat tanaman yang terserang (sumber penular)
dan ada serangga Diaphorina Citri sejenis kutu loncat yang menularkannya.
4. Pemahaman terhadap gejala serangan CVPD. Semua
sepakat bahwa CVPD merupakan penyakit yang harus selalau diwaspadai. Jika
tanaman terserang disarankan untuk dieradikasi yaitu dibongkar, kemudian
dibakar untuk mencegah meluasnya serangan. Ironisnya, kebanyakan petani
dan bahkan petugas lapangan tidak sedikit yang kesulitan untuk membedakan
antara gejala serangan CVPD dan kekurangan nutrisi. Gejala serangan CVPD
yang muncul pada daun sering rancu dengan gejala kekurangan unsur hara mikro
meskipun sebenarnya bisa dibedakan, hanya membutuhkan pengalaman lapangan dan
ketelitian. Pemeliharaan intensif terutama memenuhi kebutuhan pupuk baik
makro maupun mikro sangat membantu untuk mendiagnosis gejala yang muncul pada
daun. Kelemahan ini sering digunakan sebagai senjata mengkambing hitamkan
CVPD. Jika tidak diperbaiki, kesalahan memahami gejala yang muncul bisa
berakibat fatal karena tanaman harus dibongkar meskpiun belum tentu diserang
CVPD.
5. Sarana produksi pertanian (saprotan). Tanaman
jeruk termasuk jenis tanaman manja yang membutuhkan teknologi dan intensitas
pengelolaan lebih intensif, serta biaya tinggi dibandingkan dengan jenis
tanaman buah tahunan pada umumnya. Sayangnya, tidak di semua daerah
pengembangan jeruk mudah untuk mendapatkan saprotan yang memadai, kalaupun
tersedia harganya tidak memihak petani. Masalah ini menjadi hambatan bagi
petani kecil untuk menerapkan teknologi anjuran karena harus menanggung biaya
pemeliharaan cukup tinggi sebelum tanaman menghasilkan buah (sekitar 4
tahun). Disisi lain, petani harus mengelurkan biaya hidup dan biaya untuk
memelihara tanaman pangannya. Hal ini menyebabkan bahwa sebagian besar petani
jeruk yang berhasil adalah kelompok petani bermodal tinggi atau petani berdasi,
sedangkan petani kecil biasanya hanya bertahan sekitar 5 tahun karena daya
dukung tanahnya telah menurun.
E. Cara Pengendalian Hama atau
Penyakit
Pengendalian
penyakit CVPD masih sangat sulit untuk di lakukan dengan cara mekanik, karena
tingkat penyebaran yang sangat cepat menyerang tanaman. Sehingga cara yang
masih digunakan ialah dengan menggunakan teknik isolasi tanaman yang terserang
virus. Adapun tahapan dalam isolasi adalah sebagai berikut :
Tahap-Tahap Prosedur Isolasi Gen Resisten Penyakit CVPD
- Uji ketahanan tanaman jeruk kinkit dan karatachi serta tanaman jeruk budidaya (siem dan keprok) terhadap serangan penyakit CVPD dengan cara penularan mengunakan serangga vektor D. citri
- Deteksi PCR untuk memastikan serangan penyakit CVPD pada tanaman yang diuji.
- Jeruk kinkit dan karatachi dipilih sebagai tanaman yang toleran terhadap serangan penyakit CVPD (CVPDr)
- Transformasi genetik secara in vitro atau in planta pada tanaman jeruk kinkit dan karatachi
- Seleksi transforman (tanaman yang termutasi)
- Uji ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD untuk tanaman-tanaman termutasi (transforman)
- Seleksi yang menjadi peka terhadap serangan penyakit CVPD (CVPDr-s)
- Inverse PCR (IPCR) untuk isolasi flanking DNA termutasi dari mutan tanaman jeruk kinkit CVPDr-s.
- Kloning produk IPCR (flanking DNA termutasi) pada vektor plasmid
- Sekuen fragmen DNA produk IPCR
- Formulasi primer untuk deteksi wild type target DNA yang mengandung gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
- Deteksi dan isolasi serta kloning wild type target DNA yang mengandung gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
- Analisis sekuen klon wild type target DNA yang mengandung gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD dan penentuan ORF (open reading frame) dari gen gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD (gen CVPDr)
- Over expression (produksi protein) gen CVPDr pada sel Escherichia coli
- Analisis fungsi protein yang dihasilkan oleh gen CVPDr dalam mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit CVPD
- Pembuatan tanaman jeruk transgenik menggunakan gen CVPDr
- Uji ketahanan tanaman jeruk transgenik dengan gen CVPDr terhadap serangan penyakit CVPD.
Selain
dengan menggunakan metode in vitro yaitu isolasi bisa dengan menggunakan
pengendalian hayati dengan menggunakan musuh alami serangga yaitu parasitoid
nimfa Tamarixia radiata Wat. (Hymenoptera : Euploidae) dan Diaphorencyrtus
alligarensisi Shaffe (Hymenoptera : Encyrtidae).
Pengendalian penyakit CVPD harus dilakukan secara
terpadu. Faktot- faktor yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan CVPD
tersebut adalah :
1. Pengadaan bibit jeruk bebas penyakit
1. Pengadaan bibit jeruk bebas penyakit
Pengadaan bibit ini mendapat pengawasan dari balai
pengawasan dan sertifikasi benih (BPSB). Dalam rangka ini, pusat penelitian dan
pengembangan hortikultura telah mengembangkan teknik sambung tunas pucuk (shoot
tip grafting, STG) seperti di riau, jawa timur, sulawesi selatan, jawa barat
dan bali.
2.
Serangga vector
Serangga penularan yang sangat dalam penyebaran CVPD
adalah D. citri. Vector ini menularkan CVPD dipesemaian dan kebun serta
terutama ditemukan pada tunas. Agar populasinya tidak bertambah, penggunaan
pestisida dapat dipertimbangkan. Insektisida yang dapat mengendalikan populasi
vector tersebut diantaranya dimethoate (perfekthion, roxion 40 EC, rogor 40 EC,
cygon) yang diaplikasikan pada daun atau disuntikan pada batang, dan edosulfan
(dekasulfan 350 EC).aplikasi insektisida hendaknya dilakukan pada saat tanaman
menjelang dan ketika bertunas.
3.
Penggunaan antibiotika oksitetrasiklin
Tanaman jeruk yang terkena CVPD dengan tingkat serangan
ringan, masa produktivitasnya dapat diperpanjang dengan infusan oksitetrasiklin
HCI konsentrasi 200 ppm. Penyembuhan yang terjadi hanya bersifat sementara
sehingga cara ini harus diulangi.untuk memperoleh hasil optimim, tanaman yang
telah diinfus harus dipupuk dan mendapat pengairan yang cukup (tjiptono, 1984
dalam hitagalung, 1989).
4.
Eradikasi
Produksi tanaman yang terserang CVPD adalah rendah,
tanaman ini tidak menghasilkan buah. Tanaman sakit tersebut merupakan sumber
inokulum bagi tanaman disekitarnya. Dengan demikian, tanaman sakit harus
dimusnahkan melalui eradikasi.
5.
Karantina
Dalam rangka mencegah CVPD, telah dikeluarkan surat keputusan
mentri pertanian nomor 129/kpts/um/3/1982 yang isinya melarang pengangkutan
tanaman / bibit jeruk dari daerah endemic kedaerah bebas CVPD.
6.
Pengairan dan pemupukan
Gejala CVPD banyak terdapat didaerah kekurangan air dan
daerah daerah yang belum biasa melakukan pemupukan jeruk. Idealnya tanaman
jeruk tersebut diberi pemupukan berimbang antara pupuk makro dan pupuk mikro
(tjiptono, 1984 dalam hutagalung,1989).
7.
Pemetaan daerah serangan CVPD
Data ini sangat penting untuk penyusunan program secara
lengkap. Data yang diperlukan adalah jumlah daerah perbanyakan jeruk, jumlah
tanaman yang terkena CVPD, intensitas/tingkat serangan.
DAFTAR PUSTAKA
Armiati 2001. Ecology of the
insect vector of citrus systemic diseases and their control in Taiwan. Citrus
Greening Control Project in Okinawa, Japan. Extension Bulletin. 459 : 1 – 5.
Kenya 1991. Taksonomi
terhadap Penyakit CVPD.http:// www.taksonomi cvpd .com.Diakses tanggal 3
juni 2013.
Nurjanani
1992. Pengendalian
Penyakit CVPD pada Tanaman jeruk dan Penyakit Karat Puru pada Tanaman Albesia
di Desa Taro. Kegiatan pengabdian Masyarakat Universitas Udayana
Sub balithor
jeneponto, 1988
Mekanisme Tingkat Melekul Infeksi Penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem
Degeneration) pada Tanaman Jeruk dan Peran Diaphorina citri Kuw.
Sebagai Serangga Vektor. Laporan Pelaksanaan RUT IX. 1 Tahun 2002. Denpasar :
Lembaga Penelitian Universitas Udayana.
Tirta widjaja (1984) Strategi penelitian dan pengkajian
jeruk di Indonesia. Makalah
disampaikan pada Lokakarya dan Kontes Buah Pamelo Nasional, Batu-Jawa Timur, 13
– 14 Mei 2002
Tjiptono, 1984
dalam hitagalung, 1989. Peningkatan
produksi hortikultura berwawasan lingkungan. Dalam Prosiding Rapat Kerja Penyusunan Prioritas dan Desain Penelitian
Hortikultura. Solok, 17-19 Nopember 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar