IV. PERAN SUHU UDARA, RH DAN CAHAYA TERHADAP LAJU EVAPOTRANSPIRASI
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Suhu udara merupakan rerata energy kinetic gerakan molekul-molekul di
dalam udara (benda). Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi matahari secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung karena adanya partikel yang
ada di atmosfer mengabsorpsi energi radiasi surya, sedangkan pengaruh tidak
langsung karena adanya radiasi bumi dalam bentuk gelombang panjang.
Relative humidity adalah kandungan uap air pada udara pada saat itu
dibagi dengan kandungan uap air maksimum yang dapat dikandung oleh udara pada
saat suhu tersebut. Tumbuhan atau taaman tumbuh pada suatu tempat yang tidak
bisa pindah seperti hewan dan manusia, sehingga untuk memenuhi kebutuhan air
harus mengambil dari tanah tempat tanaman tersebut tumbuh. Kodisi kering,
basah, tergenang harus diterima tanaman (karena tidak bisa pindah) sehingga
setiap saat tanaman dihadapkan masalah air. Evaporasi adalah pengertian
penguapan (air) secara umum dari suatu permukaan benda. Sedangkan transpirasi
adalah kehilangan air dalam bentuk uap yang melewati tubuh tumbuhan.
Evapotranspirasi adalah penjumlahan dari keduanya.
2. Tujuan Praktikum
Mengetahui pengaruh suhu, kelembaban relative dan cahaya terhadap laju
evaporasi tanah, transpirasi dan evapotranpirasi tanaman.
3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pratikum agroklimatologi peran suhu udara, RH dan cahaya terhadap laju
evapotranspirasi ini dilaksanakan pada tangal 10 November 212. Bertempat di
Rumah kaca dan area Fakultas Pertanian Universtas Sebelas Maret Surakarta.
B. Alat dan Cara Kerja
1. Alat
a. Thermometer
b. Hygrometer
c. Sangkar cuaca
d. Pot tanaman
e. Lux meter
f. Timbangan
2. Cara Kerja
a. Pasang thermometer dan hygrometer pada sangkar cuaca. Siapkan tiga
buah sangkar cuaca, dan diletakkan pada 3 lokasi yang berbeda, yakni:
1) didalam rumah kaca (posisi di tengah-tengah rumah kaca)
2) dibawah naungan screen atau paranet
3) pada lingkungan terbuka tanpa naungan
b. Pasang sangkar cuaca (kotak) yang berwarna putih tersebut pada
ketinggian 120 cm diatas tanah.
c. Letakkan tiga tanaman dalam pot pada masing-masing lokasi (dekat
kotak), dengan ketentuan:
1) pot A berisi tanah saja (tanpa tanaman) kondisi terbuka
2) pot B berisi tanaman dengan kondisi pot dan tanah dibungkus plastic
3) pot C kondisi biasa berisi tanaman. Tanaman pada pot A dan B
diusahakan seragam
d. Lakukan pengamatan berat pot A, B dan C serta pengamatan cuaca suhu,
RH yang ada didalam sangkar
e. Lakukan pengamatan intensitas cahaya dengan lux meter. Posisi sensor
menghadap keatas (jangan miring). Pengamatan dilakukan pada ketinggian 100 cm
diatas tanah (lantai). Untuk pengamatan dengan lux, alat di setel pada posisi
tertinggi, dan bila belum terdeteksi posisi sakelar bisa diturunkan ke posisi
yang lebih rendah. Alat lux meter digital biasanya ada 3 range (skala)
pengukuran.
f. Ulangi pengamatan suhu, RH, intensitas cahaya dan berat pot setiap 15
menit sekali.
g. Setelah dilakukan empat kali pengamatan (ada 4 data) dilakukan
penghitungan laju evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi pada
masing-masing periode percobaan (satu periode = 15 menit)
h. Untuk menghitung evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi dibuat
satuan gram per jam, sehingga data yang diperoleh perlu dikonversi.
C. Tinjauan Pustaka
Penguapan adalah proses perubahan air
dari bentuk cair menjadi bentuk gas. Ada dua macam penguapan, yaitu evaporasi
merupakan enguapan air ecara langsung dari lautan, danau, sungai dan
transpirasi merupakan penguapan air dari tumbuh-tumbuhan dan yang lainnya.
Gabunga antara evaporasi dan transpirasi disebut evapotranspirasi (Wuryanto
2000). Evapotranspirasi sendiri merupakan ukuran total kehilangan air untuk
suatu luasan lahan melalui evaporasi dari permukaan tanaman. Secara potensial
evapotranspirasi ditentukan hanya oleh unsure-unsur klim, sedangkan sevara
actual eavapotranspirasi juga ditentukan oleh kondisi tanah dan sifat tanaman
(Karmini 2008).
Evaporasi terjadi apabila air berhubungan
dengan atmosfer yang tidak jenuh, baik secara internal pada daun maupun secara
eksternal pada permukaan-permukaan yang basah. Sedang transpirasi pada dasarnya
merupakan salah satu proses evaporasi yang dikendalikan oleh proses
fotosintesis pada permukaan daun (Juwita 2010). Evapotranspirasi merupakan
salah satu mata rantai dalam siklus hidrologi dan komponen pentng dalam
perhitungan kebutuhan dan ketersediaan air. Metode untuk mengestimasi
evapotranspirasi biasanya dilakukan pertitik dengan tutupan lahan dianggap
homogeny sehingga estimasi evapotranspirasi untuk wilayah lus bisa menyebabkan
ketidakakuratan, untuk mengatasi masalah ini diaplikasikan penginderaan jauh
dengan estimasi evapotranspirasi per piksel (Bituk 2009). Tidak semua
presipitasi yang mencapai permukaan secara langsung berinfiltrasi kedalam tanah
atau melimpas diatas permukaan tanah. Sebagian darinya, secara langsung atau
setelah penimpanan permukaan atau bawah permukaan, ilang dalam bentuuk
evaporasi. Walau diketahui sejumlah faktor mempengaruhi laju evapotranspirasi,
sulit sekali untuk menilai kepentingan relative masing-masing factor (Anonim
2008)
D. Hasil Pengamatan
Tabel IV.1 Lokasi : Naungan Sabtu, 10 November 2012
Sumber : laporan sementara
Tabel IV.2 Lokasi : Rumah kaca Sabtu, 10 November 2012
Sumber: laporan sementara
Tabel IV.3 Lokasi : Tempat terbuka Sabtu, 10 November 2012
Sumber: laporan sementara
E. Pembahasan
Penguapan terjadi apabila adanya transfer energi panas. Energi panas ini
dibutuhkan untuk mengubah wujud benda dari cair menjadi uap. Oleh karena panas
ini hanya dipakai untuk mempengaruhi peralihan dari cair menjadi uap, dan tidak
mempunyai efek terhadap suhu cairan maupun uapnya, maka dinamakan panas laten.
Laju evaporasi bergantung masukan energi matahari yang diterima. Semakin besar
jumlah energi matahari yang diterima, maka semakin banyak molekul air yang
diuapkan. Ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul
air memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut dan
kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di
atmosfir.
Nilai evaporasi merupakan selisih permukaan atau tinggi dari dua kali
pengukuran setelah nilai curah hujan apabila terjadi hujan. Terdapat berbagai
faktor yang menghambat dan mempercepat kecepatan dan jumlah penguapan diantaranya
adalah: (1) Suhu, dengan kenaikan suhu air dan tekanan uap air, kemampuan
titik-titik air untuk menguap ke udara mengalami kenaikan dengan cepat; (2)
Kelembaban udara, dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara. Penguapan akan
lebih besar apabila kelembaban nisbi rendah; (3) Angin, angin sangat
mempercepat terjadinya penguapan, karena angin mengganti udara basah dekat
permukaan air dengan udara kering; (4) Susunan air, penguapan lebih tinggi pada
air tawar dari pada air asin; (5) luas permukaan, penguapan akan lebih besar
pada daerah yang memiliki permukaan yang luas; (6) Tekanan Udara, pada umumnya
jika tekanan udara lebih rendah di atas permukaan air, penguapannya lebih
besar; (7) Panas laten penguapan. Hubungan antara luas permukaan dengan kecepatanevaporasi,
yaitu semakin luas permukaan suatu bahan maka akansemakin besar kecepatan
evaporasinya sehingga pengurangan kadarair yang terjadi juga semakin besar.
Karena dengan luas permukaanyang besar, proses konveksi atau proses pemanasan
terhadap bahanakan dengan cepat menyebar sehingga panas yang bersentuhan
denganbahan semakin menyebar dan akibatnya proses penguapan air akansemakin
cepat terjadi.
Pada perlakuan di rumah kaca berat pot A (1588gr) lebih besar dari pot B
(899gr) lebih besar dari pot C(875 gr). Pada perlakuan di naungan berat pot C
(70,8r) lebih kecil dari pot B (1055 gr) lebih kecildari pot A (1556 gr).
Sedangkan pada perlakuan terakhir di tempat terbuka pot A (1732 gr) lebih besar
dari pot B (1089 gr) lebih besar dari pot C (774 gr). Pada perlakuan di rumah
kaca dan naungan pot A memiliki berat yang paling tinggi, hal ini di karenakan
pada pot A tidak terdapat tanaman, vegetasi sangat mempengaruhi laju
evapotranspirasi yang mengakibatkan perubahan berat pada pot-pot tersebut. Pot
B dan C terdapat vegetasi yang pengurangan beratnya akan jauh lebih tinggi
karena tumbuhan mengeluarkan uap air jauh lebih besar di banding pot A yang
tidak terdapat tanaman.
Pengamatan suhu di naungan suhu rata-rata lebih tinggi (33,5oC) di
bandingkan pada perlakuan di tempat terbuka (32,8 oC) dan di rumah kaca (32,5
oC). Hal tersebut salah satunya di pengaruhi oleh kesalahan paralaks dalam
melihat thermometer. Terbukti rata-rata intensitas cahaya di naungan lebih
rendah (19100 lux) di bandingkan pada perlakuan di tempat terbuka (6074,4 lux)
dan di rumah kaca (18320 lux).
Pengamatan kelembaban rata-rata di rumah kaca lebih tinggi (33 %) di
bandingkan pada perlakuan di naungan (55%) dan di tempat terbuka(40 %).
Berdasarkan teori semakin rendah intensitas cahaya suhu akan semakin rendah dan
kelembaban semakin tinggi. Karena kelembaban berbanding terbalik dengan suhu.
Pada pengamatan kelembaban ini kurang sesuai dengan teori mungkin dikarenakan
oleh human error yang berupa ketidak-telitian praktikan waktu pengukuran kelembaban.
Semakin tinggi kelembaban suatu tempat maka laju evapotranspirasinya
semakin rendah dan sebaliknya. Sedangkan intensitas cahaya dan suhu berbanding
lurus dengan laju evapotranspirasi. Semakin rendah intensitas cahaya, suhu juga
semakin rendah namun kelembaban semakin tinggi dan laju evapotranspirasi
semakin rendah.
Laju evapotranspirasi pada perlakuan di rumah kaca rata-ratanya sebesar
-8 gram/jam. Laju evapotranspirasi pada perlakuan di naungan rata-rata sebesar
-4 gr/jam. Sedangkan laju evapotranspirasi pada perlakuan di tempat terbuka
sebesar -10 gr/jam. Hal ini dikarenakan pada tempat terbuka laju kehilangan
airnya (transpirasi) dan evaporasinya lebih tinggi, dan kelembabannya lebih
rendah di banding perlakuan yang lain.Pada hasil pengamatan menunjukkan
perubahan berat/pengurangan berat hal ini dikarenakan adanya uap air yang
hilang melalui evaporasi maupun transpirasi.
F. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan praktikum pengamatan peran suhu
udara, RH, dan cahaya terhadap laju evapotranspirasi, maka dapat disimpulkan
bahwa;
a. Semakin tinggi suhu udara maka laju
evapotranspirasi akan semakin besar dan sebaliknya.
b. Semakin tinggi kelembaban maka laju evaporasi,
transpirasi dan laju evapotranspirasi semakin rendah dan sebaliknya.
c. Semakin tinggi intensitas cahaya maka laju
evapotranspirasi semakin tinggi dan sebaliknya
d. Semakin tinggi intensitas cahaya, suhu akan semakin
meningkat sedangkan kelembaban akan semakin rendah.
e. Jadi suhu, kelembaban relative dan intensitas
cahaya sangat berpengaruh terhadap laju evaporasi tanah, transpirasi dan
evapotranspirasi tanaman.
f. Evapotranspirasi adalah penjumlahan dari evaporasi
(penguapan air secara umum dari suatu permukaan benda) dan transpirasi (kehilangan
air dalam bentuk uap yang melewati tubuh tuumbuhan).
2. Saran
Saran dalam praktikum agroklimatologi khususnya pada praktikum acara
peran suhu udara, RH, dan cahaya terhadap laju evapotranspirasi diharapkan para
praktikan mampu untuk mengetahui pengaruh suhu, RH, dan cahaya terhadap laju
evaporasi tanah, transpirasi dan evapotranspirasi tanaman.
Untuk proses berjalannya praktikum agroklimatologi acara peran suhu
udara, RH, dan cahaya terhadap laju evapotranspirasi ini diharapkan persediaan
segala peralatan dan
alat pendukung praktikum lebih diperhatikan sehingga pratikum dapat
berjalan dengan lancar. Jadwal praktikum, pengumpulan draft laporan hendaknya
lebih ditata ulang agar praktikan dapat mengantisipasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Klimatologi Terapan. http://www.fpk.unair.ac.id. Diakses
tanggal 18 November 2012
Bituk. 2009. Evapotranspirasi. http://bituk.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 18 November 2012
Juwita. 2010. Evapotranspirasi. http://juwitacantik.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 18November 2012.
Karmini. 2008. Validasi Model Pendugaan Evapotranspirasi : Upaya
Melengkapi Sistem Database Iklim Nasional. Jurnal Tanah dan Iklim.No. 27, 2008.
Syaiful. 2008. Pengamatan Unsur-Unsur Cuaca Di Stasiun Klimatologi
Pertanian.Jurnal Inovasi Pertanian. Vol. 7 (1), Hal: 51-55.
Wuryatno, Indro. 1999. Klimatologi Dasar. UNS Press. Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar